Rabu, 01 Juli 2015

tugas softskill FENOMENA PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA

FENOMENA PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA
Description: logo_gunadarma1.jpg
disusun oleh:
Tendy Aditya Nugraha (18513845)
2PA07
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap individu pasti mempunyai kesulitan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan entah itu karena kurangnya kebranian atau karena factor lain, komplek memang  masalah individu kesulitan menyesuaikan diri , disini saya akan mencoba menganalisis kasus tentang “ kesulitan penyesuaian diri mahasiswa  dalam kehidupan kampus”. karena menurut penulis kesulitan penyesuaian diri terhadap lingkungan itu sering terjadi.
Setiap orang mempunyai masalah dengan cara penyesuaian dengan lingkungan . biasanya masalah dengan penyesuaian dengan lingkungan itu diantara disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri seseorang dan bisa juga karena seseorang individu itu sulit melupakan lingkungan lamanya sehingga susah menyesuaikan dengan lingkungan baru seperti halnya mahasiswa yang berinisial “s” dia merasa tidak percaya diri karena beberapa hal yaitu dia lebih sering menghabiskan waktu sendiri di perpustakaan dibanding berkumpul dengan teman-temannya dia juga lebih merasa nyaman pada saat di bangku SMA dan dia juga lebih memilih lingkungan lamanya dari pada lingkungan yang baru ada sungguh miris dengan kasus ‘s’ ini karena harusnya mahasiswa yang harus belajar dengan serius harus terganggu karena sulitnya penyesuaian dengan lingkungan ada beberapa teori psikologi yang sesuai dengan kasus ini diantaranya teori gunung es dan teori humanistic .
Penulis mengambil kasus ini bertujuan untuk membantu orang-orang yang kesulitan dalam penyesuaian lingkungan dengan menggunakan teori psikologi  supaya tidak lagi ada yang kesulitan dalam penyesuaian dengan lingkungannya karena kasus ini sangat sering terjadi di lingkungan sekitar di bawah akan dibahas dengan berbagai macam teori psikologi.



BAB II
LANDASAN TEORI

Manusia selalu beradaptasi dalam setiap waktu dalam hidupnya. Tidak terkecuali dengan mahasiswa di kampus. Banyak hal dan kondisi yang membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri.

 S, berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat 1, mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi 7 minggu pertama `ternyata nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2. PA memebritahu hal ini dengan tujuan dia bias mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih alkif agar tidak terancam DO.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, S memperoleh 2 nilai C dan 2 nilai D. Dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untuk ke dua mata kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini membuat S merasa sangat stress, hingga kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena merasa takut gagal. Dalam pergaulan dengan teman2nya S selalu merasa minder.Ketika kuliah di kelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia jarang bergaul dengan teman2 seangkatannya. Dia selalu merasa dirinya kuno, karena menurutnya S selalu berpakaian yang tidak fashionable .Akibatnya S selalu menyendiri dan lebih senang berada di perpustakaan daripada bergaul dengan teman2nya.
S lebih nyaman ketika masih duduk di bangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.
S, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya wanita). Kakaknya berusia 2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup “cemerlang” di fakultas yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan kemampuan ke dua anaknya, tetapi S merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala bidang, di bandingkan dengan dirinya.

A.    Teori Psikodinamika
Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. pada kasus ini subyek hanya melihat kekurangan pada dirinya saja dan melihat kelebihan dari orang di sekitar yang sebenarnya apa yang kita liat belum tentu benar seperti teori gunung es diatas.
Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidak-mampuan ego menahan dorongan id. Jadi, pada kasus ini, menurut pendekatan psikodinamika, berakar dari ketidakmampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan.Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara secara kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis seperti keinginan untuk bunuh diri dan perasaan takut gagal.

1) Represi (repression), yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak mengganggu ego lagi. Tetapi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh tidak langsung terhadap tingkah laku si individu.
2) Regresi (regression), yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke tarafperkembangan yang lebih rendah. Hal ini dilakukan subyek dengan cara mengingat kembali masa sekolah di SMA.
3)Menarik diri Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun.Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
4) Mengelak Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.


B. Teori Humanistik
Menurut aliran humanistik-eksistensial kasus subyek bukan hanya sekedar masalah yang bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya. Jika subyek melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkannya maka akan muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan atau anxiety.

C.      ANALISIS KASUS
Menurut teori behaviaristik mengatakan bahwa kasus yang terjadi pada subyek muncul karena terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik intrapsikis/unconsciousness conflict. Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri subyek, yang menyebabkan terjadi kasus subyek, yaitu :
1)      Dalam pengalaman subyek, beberapa stimulus netral, tidak berbahaya, dihubungan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive) akan menimbulkan perasaan tidak nyaman (melalui respondent conditioning). Hal ini meskipun orang tuanya tidak pernah membandingkan antara subyek dengan kakaknya, namun respon subyek kakaknya mempunyai kelebihan disegala bidang dibanding dengan subyek
2)      “S” yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi seperti duduk di belakang dan jarang bergaul, dan sejak penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning). Dari sudut pandang kognitif, terjadi karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan.

Upaya menangani kasus ini dapat dijelaskan melalui pendekatan psikodinamika, humanistik-eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif:
1)      Menurut teori psikodinamika, gangguan ini berakar pada keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami subyek sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi “s” untuk mengeluarkan seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul dalam dirinya. Asumsinya adalah jika subyek bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya. Tehnik dasar yang digunakan disebut free association; subyek diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan tehnik dream interpretation; subyek diminta untuk menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Masing-masing tehnik ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan tehnik-tehnik tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu individu bertahan atau beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai pada bagian yang sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.

2)      Menurut teori humanistik-eksistensial yang melihat kasus ini sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka teori ini lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self). Tehniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin. Setiap permasalahan yang dialami oleh setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, subyek sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya. Karena menurut pandangan teori ini sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu ditakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru. Tehnik yang digunakan adalah systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarkhi ketakutan,menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhanasampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapatdigunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward – jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment – jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakangdengan rencana perubahan perilaku.

3)       Pendekatan kognitif yang melihat kasus subyek sebagai hasil dari kesalahan dalam mempersepsi ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola kognitif baru. David Clark dkk (dalam Acocella dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian yaitu : 1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya. 2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif interpretasi, yang non-catastrophic. 3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dari alternatif-alternatif tersebut. Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari terapi sebagai upaya menangani kasus subyek adalah membantu subyek  melakukan interpretasi sensasi tubuh dalam cara yang non-catastrophic. 

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari kasus subyek didapat kesimpulan bahwa yang mempengaruhi kesulitannya dalam penyesuaian lingkungan di kampus salah satunya adalah karena tingkat stresnya yang tinggi dan takut gagal. Karena rasa takutnya itu yang membuat dia susah dalam penyesuaian di kampus dan dalam bergaulpun subyek selalu merasa minder karena dia selalu merasa kuno dan tidak fashionable.
Jika kita kaitkan dengan teori psikologi subyek itu masuk dalam teori kognitif yaitu kesalahan dalam mempersepsikan diri harusnya subyek teori ini bisa membantu subyek dalam melakukan intepretasi tubuh dalam cara yang non canastropic.

B.     SARAN
Untuk kasus diatas, bisa digunakan terapi Realita yaitu subyek membiasakan diri dengan cara bergaul dengan teman-temannya tidak dengan cara menyendiri di perpustakan dan harusnya subyek menyadari keadaannya sekarang target dari saran ini untuk mengurangi rasa mindernya dan menumbuhkan rasa percaya dirinya
Yang terpenting adalah menghilangkan rasa minder untuk menumbuhkan rasa percaya diri, guna penyesuaian dilingkungannya misalnya dengan cara membaur dengan teman-temannya dengan itu subyek akan bisa menyesuaikan dengan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA
      Adolf, Heuken S.J. dkk.1989 Tantangan Membina Kepribadian. Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar