FENOMENA PENYESUAIAN DIRI
PADA MAHASISWA

disusun oleh:
Tendy Aditya Nugraha (18513845)
2PA07
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap individu pasti mempunyai kesulitan dalam
penyesuaian diri terhadap lingkungan entah itu karena kurangnya kebranian atau
karena factor lain, komplek memang
masalah individu kesulitan menyesuaikan diri , disini saya akan mencoba
menganalisis kasus tentang “ kesulitan penyesuaian diri mahasiswa dalam kehidupan kampus”. karena menurut
penulis kesulitan penyesuaian diri terhadap lingkungan itu sering terjadi.
Setiap orang mempunyai masalah dengan cara
penyesuaian dengan lingkungan . biasanya masalah dengan penyesuaian dengan
lingkungan itu diantara disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri seseorang
dan bisa juga karena seseorang individu itu sulit melupakan lingkungan lamanya
sehingga susah menyesuaikan dengan lingkungan baru seperti halnya mahasiswa
yang berinisial “s” dia merasa tidak percaya diri karena beberapa hal yaitu dia
lebih sering menghabiskan waktu sendiri di perpustakaan dibanding berkumpul
dengan teman-temannya dia juga lebih merasa nyaman pada saat di bangku SMA dan
dia juga lebih memilih lingkungan lamanya dari pada lingkungan yang baru ada
sungguh miris dengan kasus ‘s’ ini karena harusnya mahasiswa yang harus belajar
dengan serius harus terganggu karena sulitnya penyesuaian dengan lingkungan ada
beberapa teori psikologi yang sesuai dengan kasus ini diantaranya teori gunung
es dan teori humanistic .
Penulis mengambil kasus ini bertujuan untuk membantu
orang-orang yang kesulitan dalam penyesuaian lingkungan dengan menggunakan
teori psikologi supaya tidak lagi ada
yang kesulitan dalam penyesuaian dengan lingkungannya karena kasus ini sangat
sering terjadi di lingkungan sekitar
di bawah akan dibahas dengan berbagai macam teori psikologi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Manusia selalu
beradaptasi dalam setiap waktu dalam hidupnya. Tidak terkecuali dengan
mahasiswa di kampus. Banyak hal dan kondisi yang membutuhkan kemampuan untuk
menyesuaikan diri.
S, berusia
22 tahun, mahasiswi tingkat 1, mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi 7
minggu pertama `ternyata nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya tidak
memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2. PA memebritahu hal ini dengan tujuan
dia bias mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih alkif agar tidak terancam
DO.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, S memperoleh 2
nilai C dan 2 nilai D. Dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat
nilai yang baik untuk ke dua mata kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini membuat
S merasa sangat stress, hingga kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena
merasa takut gagal. Dalam pergaulan dengan teman2nya S selalu merasa
minder.Ketika kuliah di kelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang
paling belakang dan dia jarang bergaul dengan teman2 seangkatannya. Dia selalu
merasa dirinya kuno, karena menurutnya S selalu berpakaian yang tidak
fashionable .Akibatnya S selalu menyendiri dan lebih senang berada di
perpustakaan daripada bergaul dengan teman2nya.
S lebih nyaman ketika masih duduk di bangku SMA,
dimana kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih
akrab.
S, merupakan
anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya wanita). Kakaknya berusia 2 tahun lebih
tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup “cemerlang” di fakultas
yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan kemampuan ke dua
anaknya, tetapi S merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala bidang,
di bandingkan dengan dirinya.
A.
Teori
Psikodinamika
Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan
psikodinamika mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es.
pada kasus ini subyek hanya melihat kekurangan pada dirinya saja dan melihat
kelebihan dari orang di sekitar yang sebenarnya apa yang kita liat belum tentu
benar seperti teori gunung es diatas.
Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang
muncul sebagai akibat dari ketidak-mampuan ego menahan dorongan id. Jadi, pada
kasus ini, menurut pendekatan psikodinamika, berakar dari ketidakmampuan egonya
untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya sehingga ia
akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini
sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan
dengan lingkungan.Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara
secara kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku
yang tidak adaptif dan tidak realistis seperti keinginan untuk bunuh diri dan
perasaan takut gagal.
1) Represi (repression),
yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan dirasakan
mengancam ego masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak mengganggu
ego lagi. Tetapi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh
tidak langsung terhadap tingkah laku si individu.
2) Regresi (regression),
yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap ego
dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke tarafperkembangan
yang lebih rendah. Hal ini dilakukan subyek dengan cara mengingat kembali masa
sekolah di SMA.
3)Menarik diri Reaksi ini
merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak
mengambil tindakan apapun.Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan
sikap apatis.
4) Mengelak Bila individu
merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu
cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan
metode yang tidak langsung.
B. Teori Humanistik
Menurut
aliran humanistik-eksistensial kasus subyek bukan hanya sekedar masalah yang
bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan
masyarakat atau lingkungan sosialnya. Jika subyek melihat perbedaan yang sangat
luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkannya maka
akan muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan
hal ini menghasilkan kecemasan atau anxiety.
C.
ANALISIS
KASUS
Menurut teori behaviaristik mengatakan
bahwa kasus yang terjadi pada subyek muncul karena terjadi kesalahan dalam
belajar, bukan hasil dari konflik intrapsikis/unconsciousness conflict. Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri subyek,
yang menyebabkan terjadi kasus subyek, yaitu :
1)
Dalam
pengalaman subyek, beberapa stimulus netral, tidak berbahaya, dihubungan dengan
stimulus yang menyakitkan (aversive) akan menimbulkan perasaan tidak
nyaman (melalui respondent conditioning). Hal ini meskipun orang tuanya
tidak pernah membandingkan antara subyek dengan kakaknya, namun respon subyek
kakaknya mempunyai kelebihan disegala bidang dibanding dengan subyek
2)
“S”
yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi seperti duduk di belakang
dan jarang bergaul, dan sejak penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas
dari rasa cemas, maka respon menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant
conditioning). Dari sudut pandang kognitif, terjadi karena adanya kesalahan
dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan.
Upaya menangani
kasus ini dapat dijelaskan melalui pendekatan psikodinamika,
humanistik-eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif:
1)
Menurut
teori psikodinamika, gangguan ini berakar pada keadaan internal individu
sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami subyek sehingga ia
mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya
juga terarah pada pemberian kesempatan bagi “s” untuk mengeluarkan seluruh isi
pikiran atau perasaan yang muncul dalam dirinya. Asumsinya adalah jika subyek
bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan
tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang
dikembangkannya. Tehnik dasar yang digunakan disebut free association; subyek
diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada dalam
pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak,
ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk
diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan tehnik dream
interpretation; subyek diminta untuk menceritakan mimpinya secara detail
dan tepat. Masing-masing tehnik ini memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Dalam melaksanakan tehnik-tehnik tersebut di atas, ada dua hal
yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu
individu bertahan atau beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai
pada bagian yang sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan
perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.
2)
Menurut
teori humanistik-eksistensial yang melihat kasus ini sebagai hasil konflik diri
yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat,
maka teori ini lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged
self). Tehniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat
dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi
dirinya semaksimal mungkin. Setiap permasalahan yang dialami oleh setiap
individu sebenarnya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang
sedang dihadapinya. Oleh karena itu, subyek sendirilah yang paling berperan
dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya. Karena menurut
pandangan teori ini sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas)
maka untuk menanganinya perlu ditakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola
perilaku baru. Tehnik yang digunakan adalah systematic desentisitization, yaitu
mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarkhi ketakutan,menghilangkan
ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhanasampai ke
hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga
dapatdigunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara
pemberian reward – jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah
keperubahan ataupun punishment – jika tidak
ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak
belakangdengan rencana perubahan perilaku.
3)
Pendekatan
kognitif yang melihat kasus subyek sebagai hasil dari kesalahan dalam
mempersepsi ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya
mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola
kognitif baru. David Clark dkk (dalam Acocella dkk, 1996) mengembangkan desain
kognitif yang melibatkan 3 bagian yaitu : 1. Identifikasi interpretasi negatif
yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya. 2. Tentukan dugaan atau
asumsi dan arahkan alternatif interpretasi, yang non-catastrophic. 3.
Bantu individu menguji validitas penjelasan dari alternatif-alternatif
tersebut. Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan
bahwa tujuan dari terapi sebagai upaya menangani kasus subyek adalah membantu
subyek melakukan interpretasi sensasi
tubuh dalam cara yang non-catastrophic.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari kasus subyek didapat kesimpulan bahwa yang
mempengaruhi kesulitannya dalam penyesuaian lingkungan di kampus salah satunya
adalah karena tingkat stresnya yang tinggi dan takut gagal. Karena rasa
takutnya itu yang membuat dia susah dalam penyesuaian di kampus dan dalam
bergaulpun subyek selalu merasa minder karena dia selalu merasa kuno dan tidak fashionable.
Jika kita kaitkan dengan teori psikologi subyek itu masuk
dalam teori kognitif yaitu kesalahan dalam mempersepsikan diri harusnya subyek
teori ini bisa membantu subyek dalam melakukan intepretasi tubuh dalam cara
yang non canastropic.
B.
SARAN
Untuk kasus diatas, bisa digunakan
terapi Realita yaitu subyek membiasakan diri dengan cara bergaul dengan
teman-temannya tidak dengan cara menyendiri di perpustakan dan harusnya subyek menyadari keadaannya sekarang target dari saran ini
untuk mengurangi rasa mindernya dan menumbuhkan rasa percaya dirinya
Yang terpenting
adalah menghilangkan rasa minder untuk menumbuhkan rasa percaya diri, guna
penyesuaian dilingkungannya misalnya dengan cara membaur dengan teman-temannya dengan
itu subyek akan bisa menyesuaikan dengan lingkungannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adolf, Heuken S.J. dkk.1989 Tantangan Membina Kepribadian. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar